Share disini buat dibaca lagi nanti karena bagus isinya. Yang ngarang bukan saya.
❌⭕️❌⭕️
Qadarullah, anak kedua saya bule. Bukan karena rambutnya pirang atau matanya biru, tapi karena dia bukanlah pemakan nasi seperti manusia indonesia pada umumnya. Dari mulai awal MPASI, kalo di kasih nasi, dalam bentuk apapun (bubur, apalagi normal) langsung di lepeh atau dimuntahkan. Uniknya anak ini tau bangeett itu nasi, mau di umpetin kayak apa juga, gak ngaruh. Nah karena nggak makan nasi ini, asupan makanan lainnya jadi sgt berkurang jauh.
Seperti biasa.. kalau menemukan anak Indonesia yang tidak mau makan nasi, sekeluarga besar langsung panic gak karuan. What’s wrong???? Kok kakaknya pemakan segala (baca: nasi dengan semangkuk tumis kangkung aja hepi), adiknya kok bisa bule beginih? Apa karena kulitnya agak putihan dikit, lantas selera lidahnya menyesuaikan diri? Nggak mungkin kan. Secara emaknya aja putih.. tetep makan nasi kok.. (#eaaa)
Neneknya, karena nggak pernah punya cucu bule sebelumnya, dan punya hobi masak yang luar biasa, mulai memutar otaknya dan membuat makanan dari yang umum sampai yang sy nggak pernah dengar di telinga: bola-bola nasi abon goreng tabur mesis. Maklum, namanya juga orang panik. Cucunya? gak mau juga. boro2 abis dua, masuk segigit juga nggak..
Setelah neneknya kehilangan ide untuk memasak makanan yang mengandung nasi dengan harapan cucu bule ini akan finally makan nasi, mulai deh emaknya di dorong2 untuk ke dokter. Karena anaknya tidak ‘normal’ spt manusia Indonesia lainnya, maka dia di anggap ‘sakit’. Dan orang sakit, kudu ke dokter dong. Karena masalahnya di seputar makanan.. jadi kita ke dokter dengan subspesialisasi terdekat dengan makanan… pencernaan.
Saya menyambangi 2 dokter anak spesialis pencernaan paling terkemuka di 2 rumah sakit besar yang berbeda di Jakarta. Dokter 1 kasih some kind of puyer yang magical, walaupun nggak bisa membuat kaizan makan nasi, tapi ya lumayan, nambah selera makannya. Dokternya bilang kalau sudah habis, balik, di ksh puyer sesi 2. Dan puyer sesi 2 gagal. Kaizan balik ke nggak mau makan dan tetep nggak mau makan nasi. Memperpendek cerita, prosesi dokter 2 persis sama dengan dokter 1. Persis.. sis…sis. Mana kalau dokter se’kaliber’ itu nunggu antriannyaaa…. Udh kyk di padang mahsyar rasanya #soktau. Diagnosa akhirnya sama: “anak ibu bule. Kebetulan saja ibunya bukan. Tmn saya nggak makan nasi sampe sekarang, idup juga, jadi dokter juga. Jadi don’t worry”
Lantas apakah neneknya merasa itu jawaban yang cukup? Tentu tidak. Kita akhirnya menyepakati ke SATU dokter lg, untuk nyari THIRD opinion. Akhirnya saya ke dokter ‘favorit’ sy. Dokter ini sy temui kalau ‘all else fails’. Ketika saya bawa kaizan ke dokter ini, dia tanya.. mau imunisasi bu? Sy blg nggak. Dia cek lg medical recordnya, berat badannya mungkin relative kurus tapi nggak lah tinggal tulang, tinggi badan oke, suhu normal. "Jadi anak ibu kenapa", tanya nya?
Saya bilang, “dia nggak mau makan nasi dok. Sama skali. Dan kalau makan sedikit banget. Kenapa ya dok. Saya takut anak saya kurang gizi.”
Dokter itu melihat saya dengan pandangan “seriously??” (jika di translate ke bahasa alay jadi “Ciyus lo?”) .Setelah dia diam beberapa saat, dia mulai paragraph panjang yang sampai sekarang tidak akan saya lupakan (tentunya penjelasan di bawah nggak akan plek2 perkata, karena selain kejadiannya udah lama bgt, itu dokter lulusan luar kayaknya, jadi bahasanya setengah ng-inggris gitu, jadi kalau translationnya beda2 dikit, maklumi saja lah ya..):
“Bu., anak tidak mau makan disebabkan oleh DUA hal.
1. Dia emang bukan pemakan. Ada orang yang hidup untuk makan. Ada yang makan untuk hidup. Tipe pertama akan menghabiskan banyak waktu, uang dan tenaga untuk memanjakan lidah dan perut mereka. Karena mereka SUKA makan. Tipe kedua tau kalau mereka nggak makan, mereka mati. Jadi ya… terpaksa makan. Ibu umurnya berapa? Katakan 30. Emang semuaaaa orang yang usianya 30 seperti ibu? memiliki selera makan seperti ibu? Memiliki badan sebesar ibu? Nggak kan. Ada yang lbh kurus dan ada yang lbh gemuk. kenapa anak ibu harus sama dengan semua anak 2th lainnya? Mungkin he’s simply not an eater aja.
(dlm hati sy.. eh.. ini ayahnya kaizan banget. Kalau saya mah hidup untuk makan.. tapi ayahnya makan murni untuk hidup doang. Makanya kyknya badan kami kayaknya sesuai ukuran lambung masing2. Huks.)
Alasan ke:
2. Adalah karena IBUNYA MAKSAIN DIA MAKAN MULU!!!. Setiap jam di tawarin makan. Kadang setiap setengah jam, panik nggak karuan. Belum susunya seabrek2. Trus cemilan. dibikinin A nggak mau. Trs bikin B deh, tawarin lagi. Di sogok, di rayu, di paksa. Bayangin deh bu nggak enaknya. Coba ibu digituin, di tawarin untuk makaaaaaaaaaannn mulu. Kadang udah nggak 3x sehari lg.. hampir setiap waktu! Lagian sy nggak ngerti kenapa harus 3x sehari. Orang jam lapernya kan beda2. Saya laper sekarang masa saya paksa ibu untuk laper sekarang juga? gak masuk akal
(dalam hati saya.. eh.. ini mah guwe banget. Maksa2 ga karuan. maapin mama ya Kai)
“Ibu tau kenapa para ibu begitu ke anaknya?” lanjut dokternya
Karena mindset nya mindset kuno! mereka membesarkan anak mereka dengan cara mereka di besarkan: Harus 4 sehat 5 sempurna . padahal kita sudah nggak pake itu lagi. Dan alasan yang paling besar kenapa para ibu suka maksa anaknya makan adalah PARA IBU DI TEKAN OLEH SEKELILINGNYA, ya ibunya (nenek si anak itu), iparnya, tetangga, suami, untuk memastikan anaknya sehat, lucu dan gendut. Padahal gendut itu justru nggak sehat. Anaknya sedikit susah makan, neneknya mulai deh nyindir, belum tantenya yang endlessly ngebandingin sama anaknya yang seusia, ugghh..
Jadi anak ibu Sehat. Cukup. Ibu tau nggak anak segini kalau seharian cuma makan bbrp sendok alpukat saja itu gak papa. Ibu tau, di alpukat itu ada banyak sekali gizi yang memadai untuk energy anak sehari. So don’t be too worry lah.
(dalam hati saya… rasanya pengen punya buraq dan seketika bawa mama saya ke ruang dokter itu biar beliau dengar sendiri)
Hari itu saya pulang dengan amunisi dan penjelasan menyenangkan yang bisa di terima logika saya.. dan untuk sekitar saya pula yang.. suka sekali menawarkan anak saya untuk makan.. setiap waktu.
Anak di bawah 7 nggak akan mogok makan berhari-hari. Dia PASTI makan. Kalau dia bisa nggak makan SAMA SEKALI selama 12 jam, sudah bisa ikut puasa ramadhan dong. Jadi mereka pasti makan. Masalahnya terletak di DIA MAKAN HAL2 YANG IBU TIDAK ANGGAP ITU MAKANAN. karena emaknya org endonesah, jd kl anaknya blm makan nasi ama lauk di hitungnya belum makan mulu kalo cuma makan bolu, donat, roti, susu dan cuil2 tempe. Padahal di bolu itu sudah ada tepung (karbo), telur (protein). Betul, bentuknya tidak seperti nasi yang ibu konsumsi, tapi kalau ibu bukan bule, masa anaknya nggak blh jadi bule juga? Kalau anak kita idungnya nggak mirip kita. Atau matanya.. apa kita paksa? Nah, sama aja. Kalau selera makannya berbeda, kenapa juga kudu di paksa sama?
Jadi si bule saya sekarang saya biarkan jadi ‘bule’. Pagi makan pukis, sereal atau roti. Siang kadang jagung pake susu dan keju atau tahu bakso, tempe, ayam, jamur or whatever yang ada dikulkas dan di atas meja. Malam kentang goreng, keripik singkong, martabak keju, roti canai pake dan mentega. Karena agak susah masuk sayurnya, jadi dia ganti sama buah. Dia super frutarian. Semua buah dia lahap dengan cepat dan sukacita. 1 melon kadang gak sampe 2 hari bisa bertahan di rumah. Kebayang kan budget saya untuk buah2an sebulannya, untung neneknya sekarang, setelah memahami bahwa cucunya satu ini bule, hobi sedekah buah utk kita. Hahahaha..
Selama dia cerdas, tumbuh, dan berat badannya .. yaa.. cukuplah, untuk saya kebahagiaan yang dia rasa untuk makan apa yang dia suka dan tidak membahayakan dirinya lebih penting dari apa yang masuk setiap saatnya. Toh kalau dia lapar, dia akan cari makan. Kalau makanan yang dia makan krg bergizi, itu murni salah saya memfasilitasi. Karena kalau barangnya nggak ada, nggak mungkin kan dia bisa konsumsi.
So saya menularkan ilmu dokter tersebut ke semua ibu yang stress berat di tekan dari segala penjuru hanya karena anaknya kurang makan. Selama anak ibu sehat, ceria, aktif dan tumbuh sesuai porsinya, kurang2 dikit dari KMS, don’t
No comments:
Post a Comment